KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap alasan penyidik menggeledah kantor Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada hari ini. Pelaksana tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, Kemenkes diduga memiliki peran besar dalam menyediakan desain pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara.
Penggeledahan ini juga memiliki hubungan dengan dana alokasi khusus untuk pembangunan RSUD di Kolaka Timur. Asep mengatakan dana itu berasal dari Kemenkes untuk desain peralatan kesehatan yang akan digunakan oleh rumah sakit umum daerah di Kolaka Timur. “Misalkan kalau kedokteran, kalau poli gigi ya harus alat-alat untuk kedokteran gigi, poli jantung, segala macam,” ucapnya.
Meski begitu, Asep menolak untuk menyebutkan barang bukti apa yang didapat penyidik KPK dari penggeledahan di kantor Kemenkes. Alasannya, para penyidik masih berada di lokasi penggeledahan hingga saat ini.
Sebelumnya, KPK telah menyegel ruangan Sekretaris Direktorat Jenderal Kesehatan Lanjutan Kemenkes, Sunarto. Berdasar foto yang diperoleh Tempo, garis pembatas atau KPK Line terpasang di depan ruangan itu.
Asep Guntur mengatakan penyegelan itu berhubungan dengan operasi tangkap tangan (OTT) suap proyek pembangunan RSUD Kabupaten Kolaka Timur. “Sepengetahuan saya ada pihak yang terlibat dari Kemenkes saat tangkap tangan di Kolaka Timur,” kata Asep saat dikonfirmasi pada Senin, 11 Agustus 2025.
KPK meringkus 12 orang dalam operasi tangkap tangan yang dilakukan di Jakarta, Kendari, dan Makassar. Asep mengatakan OTT itu berhubungan dengan suap proyek pembangunan RSUD Kabupaten Kolaka Timur. “Jadi, dalam proses tangkap tangan yang kami lakukan, ada tiga tim yang kami turunkan di tiga lokasi,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK pada Sabtu dini hari, 9 Agustus 2025.
Asep menjelaskan bahwa setiap tim menghadapi kendala berbeda di lapangan sehingga kecepatan penindakan terhadap orang yang dibawa ke Jakarta pun berbeda. “Ada yang lebih cepat bisa ditangkap, kemudian langsung dibawa ke KPK ini. Ada juga yang melalui beberapa proses sehingga sampai di Jakarta menjadi lebih belakangan dibanding yang lain,” ujarnya.
Tim KPK di Jakarta menindak beberapa orang yang sudah ditetapkan sebagai target, begitu pula tim di Kendari. Dari penangkapan tersebut, KPK memperoleh barang bukti berupa uang dan barang serta informasi yang menguatkan dugaan bahwa korupsi ini berasal dari perintah Bupati Kolaka Timur Abdul Azis.
Karena itu, KPK yakin Abdul Azis adalah pihak yang harus ditangkap. Atas dasar keyakinan tersebut, KPK mengirim tim ke Makassar untuk menangkap Abdul. “Sekali lagi, proses ini dilakukan sesuai dengan SOP (prosedur operasi standar) kami dan didasarkan pada perundang-undangan,” kata Asep.
Asep mengatakan, dari 12 orang tersebut, lima orang telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Bupati Kolaka Timur Abdul Azis, Penanggung Jawab Kementerian Kesehatan untuk pembangunan RSUD Andi Lukman Hakim, PPK proyek pembangunan RSUD Kolaka Timur Ageng Dermanto, pihak PT Pilar Cerdas Putra, Deddy Karnady, serta pihak swasta yang tergabung dalam KSO PT PC, Arif Rahman.
Asep menjelaskan, tersangka Abdul Azis, Ageng Dermanto, dan Andi Lukman Hakim diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b, atau Pasal 11, serta Pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan peran sebagai penerima suap.
Sementara itu, Deddy Karnady dan Arif Rahman, yang berstatus sebagai pihak pemberi, diduga melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b, atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pihak Kemenkes hingga saat ini belum memberikan tanggapan soal penyegelan maupun kasus korupsi pembangunan RSUD di Kabupaten Kolaka Timur itu. (ER)